[Life Story] Berteman dengan Rasa Takut, Inspirasi Lagu Takut by Idgitaf
Kemarin saya ikut membalas stiker 'Add Yours' lagi di insta story, begini pertanyaannya : Spill lagu yang terngiang-ngiang di otak kalian.
Saya lantas spontan membalas cuplikan lirik lagu Takut yang sedang hitz dinyanyikan oleh Idgitaf. Awal saya mendengar lagu itu biasa aja, tapi setelah jauh memaknai lirik lagu tersebut, Masya Allah air mata saya tiba-tiba menetes. Lagu tersebut menyimpan makna yang sangat dalam yaitu mengenai dimulainya perjalanan menuju kedewasaan di awal usia 20 tahunan. Banyak sekali orang yang merasa related dengan lagu ini. Ingatan saya kemudian berputar kembali saat saya baru menginjakkan kaki di bangku perkuliahan, 10 tahun silam.
[Sudah di kepala dua
Harus mulai dari mana?
Ambisiku bergejolak
Antusias tak keruan
Banyak mimpi-mimpi yang 'kan kukejar]
Sama seperti mahasiswa lain, saya juga seorang perantauan namun bedanya saya tinggal bersama nenek saya (ibu dari ayah saya). Awalnya saya merasa bahagia karena dalam pikiran saya menyandang status mahasiswa yang ditunggu-tunggu. Ternyata, memang di awal usia itulah transisi dari remaja menuju dewasa. Jujur, banyak tekanan!
Semakin lama saya semakin tak nyaman di lingkungan itu. Teman yang tak satu frekuensi. Ketika saya menjadi "marah" dengan keadaan, saya capek, lelah. Anak lain tinggal di kos, saya hanya tinggal berdua dengan nenek saya yang saya tidak suka. Namun teman saya tidak ada yang mengerti. Saya pernah sedikit emosi dan melempar barang di kos teman saya dan saya menangis. Apa reaksi teman saya? Jauh! Saya ingat sekali saya dijauhin beberapa teman saya, dan saya masih ingat salah satu teman saya bilang gini "jangan gitu, nanti gak ada yang mau berteman sama kamu" 🙃
Hay teman, apakah kalian tidak tau perasaan tidak nyaman? Saya paham mungkin dulu memang belum ada ilmu mental health, eh bahkan sampai sekarang udah ada ilmu mental awareness masih banyak juga kan yang menjudge seseorang tidak waras 🙃
Sebenarnya saya saat itu juga tidak tau mimpi apa yang saya kejar. Saya kuliah di jurusan pendidikan nyatanya itu bukan tumbuh dari hati saya. Saya bukan tipe orang yang mengajar dan berbicara di depan banyak orang. Bahkan saya merasa tak memiliki bakat di situ. Sebenarnya saya agak kecewa karena jurusan ini adalah pilihan kedua saya. Pilihan pertama saya Sastra Indonesia. Iya, saya masuk di keguruan karena "saran" (atau suruhan?) orangtua saya. Kemudian saya ingat teman saya dari jurusan lain, "wis lah kadung nyebur ya sekalian basah" ("ya udahlah terlanjur nyebur ya sekalian basah"). Kalau dipikir saat itu iya juga haha....
Saya salut dengan beberapa teman sekelas saya di semester awal memilih keluar dari jurusan tersebut dan kuliah lagi di tempat yang mereka inginkan. Dalam arti mereka sudah mengenal diri mereka sendiri ya. Tentu saja saat itu saya banyak pikiran, lha kalau ujian masuk lagi nanti gimana umur saya, jadi tua dong 🤣 Terus gimana dengan orangtua saya yang sudah membiayai dari semester pertama. Saya juga merasa lelah untuk belajar materi untuk ujian lagi. Kejar-kejaran sama tugas kuliah oy!
[Lika-liku perjalanan
Ku terjebak sendirian
Tumbuh dari kebaikan
Bangkit dari kesalahan]
Rasanya beneran terjebak sih. Antara mau nggak mau kuliah di jurusan ini. Saat itu saya sibuk menyalahkan keadaan karena jauh dari apa yang saya bayangkan. Saya mencoba berusaha untuk berdamai tapi ya sudahlah!
Saya berteman juga dengan salah satu teman sekelas saya yang memang pintar anaknya dan ambisius, tapi saat itu saya hanya menjadi "bayangan" dia saja. Mengikuti kegiatan dia dan rasanya seperti dia memanfaatkan saya yang people pleaser 😭 Jujur saya pernah menangisi nasib saya kenapa saya jadi orang gini banget, kok ketemu sama teman jarang ada yang bener 😭 Walau akhirnya saya menemukan teman dan sahabat sebenarnya saat praktek mengajar di salah satu sekolah negeri, tapi perjalanan untuk menemukan mereka sungguh benar-benar diuji.
[Pertengahan dua lima
Selanjutnya bagaimana?
Banyak mimpi yang terkubur
Mengorbankan waktu tidur
Ku tak tahu apalagi yang 'kan kukejar]
Usia ini saya sudah lulus kuliah, rasanya senang dan bahagia sekali melewati perjalanan kelam selama 4,5 tahun 🤣 Saya mencoba membuka usaha saat itu dengan menjadi reseller kosmetik dari sebuah toko. Sebenarnya saya sudah melirik dunia ini saat itu saya pernah menjadi salah seorang member bisnis kecantikan MLM, tapi saya tidak meneruskan karena saya susah mendapat member baru.
Kemudian ibu saya meminta saya pulang ke kota kelahiran saya agar mengajar di bimbel dekat rumah. Oke saya pulang dan alhamdulillah saya diterima bimbel tersebut. Singkat cerita saya dilamar dan menikah di usia 25 tahun. Usia yang bagi saya tidak terlalu dini walau sebagian orang mengatakan usia ini masih usia muda untuk menikah.
Allhamdulillah saya masih diizinkan suami untuk bekerja setelah menikah. Saya mencoba melamar di sekolah saya sendiri tapi ditolak, akhirnya mereka memanggil saya lagi untuk menggantikan guru yang sedang berhaji.
Tak putus asa, saya masih ingin menjadi guru untuk mengejar impian walau bukan impian saya 😭 Saya mencoba melamar di sekolah saya lagi setelah anak saya lahir tapi saya hanya mendapat cemoohan "emang lama di rumah ngapain aja". Itu diucapkan oleh salah satu guru saya dulu. Sakit hati saya. Saya memang tidak mencari pengalaman lain selain saat praktek KKN, bimbingan belajar dan guru pengganti. Namun mengapa saya tidak diberi kesempatan lagi di sana? Sudahlah saya hanya memendam rasa malu. Mungkin ya sekolah saya ini mencari guru yang memiliki prestasi dan lulusan Universitas yang bonafit sepanjang pengamatan saya. Mereka hanya mencari lulusan universitas yang memiliki "nama" keren. Apalagi yang digembar-gemborkan sekolah saya dari dulu hanyalah kerjasama kemitraan dengan berbagai kampus. Saya mencoba untuk ikut tes CPNS 2018 tapi gagal. Saya ingin menjadi guru honorer di sekolah negeri tapi takdir berkata lain. Saya harus mengikuti suami pindah ke Jawa.
Saya sendiri juga tidak tau apa yang akan saya kejar. Apa impian saya. Saya terlalu mengikuti aliran air yang mengalir. Meski saya tidak menjadi guru, saya tetap mencoba berbagai usaha seperti marketing tour travel, reseller pakaian, pokoknya banyak lah.
Kemudian pandemi datang dan memporak porandakan impian banyak orang....
[Takut tambah dewasa
Takut aku kecewa
Takut tak seindah yang kukira
Takut tambah dewasa
Takut aku kecewa
Takut tak sekuat yang kukira]
Takut aku kecewa
Takut tak seindah yang kukira
Takut tambah dewasa
Takut aku kecewa
Takut tak sekuat yang kukira]
Pandemi juga berimbas pada keluarga saya. Iya, saya yang nggak punya impian ini akhirnya hanya bisa berdoa semoga keluarga saya diberi kesehatan dan kecukupan rezeki. Udah itu aja. Selebihnya ya saya doakan suami saya juga agar selalu dilancarkan dan diberi keberkahan dalam mencari nafkah bagi keluarga. Saya juga tak tinggal diam, saya berusaha membantu suami saya apalagi sejak awal jauh sebelum menikah saya memang hobi berdagang. Saya mencoba membuka bunga flanel sampai terakhir saya menjual homedress. Saya rasanya pasrah tapi saya tak ingin menyerah. Walau saya tak memiliki mimpi yang sangat berarti tapi saya masih memiliki harapan untuk keluarga saya. Banyak harapan seperti keluarga lain yang berjuang di tengah pandemi ini.
Iya, saya takut. Saya takut dikecewakan lagi oleh realita yang selalu bercanda. Kemarin saya gencar mempromosikan dagangan saya, hingga saya lelah, rasanya "udahlah nggak usah berharap lagi emang rezekinya segini". Udah.
[Aku tetap bernafas
Meski sering tercekat
Aku tetap bernafas
Meski aku tak merasa bebas]
Mungkin cerita saya emang nggak ada apa-apanya dengan kisah orang lain, tapi saya bisa tetap bernapas saja sudah alhamdulillah. Kadang saya membandingkan hidup saya dengan orang lain. Kenapa saya tidak bisa seperti mereka, hidup enak dan mewah. Kenapa terkadang hidup tidak adil. Apa yang Allah mau dari saya? Salah saya apa, mungkinkah usaha saya kurang? Apakah saya pernah mendzalimi orang?
[Maaf jika
Belum seturut yang dipinta
Maaf jika
Seperti tak tahu arah]
Ini seperti ungkapan hati saya saat ini sih. Saya sudah berada di fase "ya udah mau gimana lagi". Sekarang saya berusaha menata diri sendiri, mengisi tangki cinta diri sendiri sebelum mengisi tangki cinta ke keluarga kecil saya terutama anak. Saya hanya ingin memeluk diri sendiri. Semua akan baik-baik saja.
[Engkau tetap bernafas
Meski sering tercekat
Engkau tetap bernafas
Dan langkahmu 'kan terasa bebas
Dan hatimu 'kan terasa bebas
Dan jiwamu 'kan terasa bebas]
Apabila Allah menghendaki.
Tak apa merasa cemas.... tak apa merasa terhempas.. tak apa...
Anggi,
Jogja, 7 Desember 2021
2 komentar
Semangat mbak..
BalasHapusTakut memang bagian dari hidup.
Tapi jangan biarkan ketakutan jadi identitas diri.. 🥰
Makasih semangatnya kak 🥺🥺
HapusTerimakasih sudah meninggalkan komentar. Nanti saya kunjungin balik :)