Belajar Cukup Berawal dari Skincare


Hai, selamat 2022 yah. Barangkali tahun 2021 lalu dilewati dengan lika-likunya. Diri kita sudah terbiasa berkata "nggak apa-apa" dan "ya udah". Walau berat dilewati tapi ini jalannya. Tetap senyum ya ☺☺☺

Bagi saya, dua tahun adanya berita pandemi mengajarkan banyak hal. Pentingnya kesehatan, kebersihan, kebersamaan dengan keluarga atau orang tersayang. Banyak yang kehilangan pekerjaan, sangat terasa bagaimana pentingnya cerdas dalam mengelola keuangan. Pandemi juga memaksa banyak orang untuk beraktivitas di dalam rumah sehingga pakaian kita seperti tak berarti. Tidak ada acara undangan pernikahan, tidak berangkat ke kantor, tidak ada acara jalan-jalan. Terus gimana mau show off 🙈🙈

Saya sendiri sebelum pandemi sudah merasakan kewalahan dengan barang yang saya miliki. Saya mengikuti suami pindah sejak akhir 2019, di mana pada akhirnya banyak barang terutama pakaian yang saya berikan kepada orang yang membutuhkan. Lalu saya berpegang teguh pada prinsip tidak akan membeli barang lagi kecuali saat membutuhkan. Eh ternyata satu keadaan juga yang memaksa. 

Mengenal Hidup Minimalis

sumber unsplash

Saya mengetahui tentang minimalis dari akun Lyfe with Less. Liyfe with Less merupakan komunitas yang menjadi support grup dan inspirator bagi orang-orang yang menjalaninya. Komunitas ini digawangi oleh Cynthia Suci Lestari, komunitas ini telah berjalan sejak Desember 2018. Saya juga membaca buku Fumio Sasaki, Goodbye Things, walau tidak ekstrim seperti beliau.

Ada beberapa tipologi minimalis yang saya baca.

• Voluntary Simplicity, melakukan minimalis dengan sukarela. Tipe pertama ini menganggap gaya hidup minimalis sebagai sebuah pencerahan dalam hidup. Tipe ini biasanya menganjurkan pendekatan minimalis bersama-sama dengan tanggung jawab dalam berkonsumsi, cara hidup fungsionalis, disiplin terhadap pengendalian diri terutama berkenaan dengan praktik konsumsi.

• Reduced Consumption, memperlihatkan bahwa menjadi minimalis ini disesuaikan dengan kebutuhan yang urgensi. Keterbatasan yang dihadapi pelaku minimalis ini akan memicu kreativitas tertentu yang membuat pelaku reduced consumption memiliki ide-ide kreatif untuk mengganti barang-barang tertentu. Contohnya: daripada mahal-mahal membeli keranjang baju, pengguna bisa menggantinya dengan kardus yang telah dimodifikasi mirip keranjang baru.

• Anti-Consumption, seorang individu sudah dalam tahapan idealis dalam menjalani konsep minimalis, seperti kepedulian lingkungan dan sustainability yang akan mengarah pada peningkatan kualitas hidup dan kepuasaan berkontribusi pada masalah sosial dan lingkungan.

• Inconspicuous minimalis atau minimalis yang tidak kentara biasanya terbentuk dari keluarga atau kelas ekonomi atas dalam tatanan masyarakat. Aspek minimalis yang dipilih tidak hanya masalah keberlanjutan lingkungan atau kesejahteraan masyarakat, melainkan juga mempertimbangan konsep estetik. Atau contoh lainnya menggunakan barang-barang body care merk tertentu yang eco friendly dengan kemasan polos namun ternyata harganya cukup pricey. Penganut minimalis kategori ini cenderung merasakan kenikmatan hidup yang lebih besar dengan menggunakan atau mengkonsumsi barang kualitas terbaik di kelasnya tanpa terkesan glamor.

Saya sendiri masuk dalam kategori Reduced Consumption, alias hemat sekalian ngirit, bun kwkwkk. . . Intinya belajar minimalis bukan dihitung dari banyak atau sedikitnya barang, tapi bagaimana kita cerdas mengelola barang yang kita miliki dengan sadar dan merasa cukup. Tidak terjebak FOMO atau mengikuti trend khusus dan benar-benar membeli saat butuh.

Pakai Sampai Habis, Salah Satu Usaha dalam Menerapkan Hidup Minimalis

Skincare Empties : Pinterest

Di antara kita pasti sudah sering melakukan belejetin isi odol sampai tetes terakhir, mengisi sabun atau shampoo dengan air, colekin isian skincare sampai habis. HAI ANAK KOS 🤣🤣 Ternyata kegiatan itu adalah bagian kecil dari hidup minimalis. Ya ampun keren banget anak kos, kwkwkk.

Pakai sampai habis juga menjadi bagian dari komunitas Lyfe with Less. Bisa dilihat di hashtag #pakaisampaihabis akun mereka, kamu akan menemukan teman seperjuangan menggunting kemasan skincare lalu mengoretinya sampai habis 🙈

Pakai sampai habis juga mendorong kita untuk berhenti melalukan impulsive buying apalagi terhadap skincare yang kiranya setiap bulan banyak brand menelurkan produk baru. Saya sendiri sebagai seorang skincare reviewer juga pernah melakukan impulsive buying. Ujungnya di buang karena expired. Merasa ribet dan stress juga melihat skincare bertumpuk di meja rias. Kulit saya tipe berminyak juga tidak bisa menggunakan layering, malah menjadi semakin berminyak. Sebagai beauty reviewer baru, tantangannya memang harus banyak membaca tentang beauty trend, tapi tidak perlu mengikutinya kalau tidak membutuhkan produk tersebut.

Intinya prinsip hidup minimalis, menerapkan konsep yang berfokus dengan hal yang penting saja dalam hidup seseorang. Dengan menerapkan prinsip hidup ini, ternyata bisa membantu kita dalam memfokuskan diri untuk menemukan passion, bahkan meraih mimpi.

Hidup minimalis bukan untuk berlomba tentang sedikit barang, tapi merasa cukup dengan yang dimiliki. Rasa cukup ini kelak akan menuntun kita pada sikap Qana’ah dalam Islam.


Sudahkah merasa cukup? 

Anggi, Januari 2022


Sumber :

Lyfe with Less


You Might Also Like

0 komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Nanti saya kunjungin balik :)